JAKARTA, Inisiatifnews.com – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mohammad Mahfud MD mengatakan, bahwa pakaian islami adalah yang menutupi aurat, baik aurat laki-laki maupun perempuan.
Selain menutup aurat, pakaian islami juga memiliki unsur kesopanan.
“Pakaian yang Islami itu adalah niat menutup aurat dan sopan,” kata Mahfud MD, Minggu (1/5).
Hanya saja terkait dengan model pakaian, Islam tidak mendikte sama sekali.
“Modelnya bisa beragam dan tak harus pakai cadar atau gamis. (Karena) model pakaian adalah produk budaya,” ujarnya.
Maka dari itu, ia sangat tidak sependapat dengan statemen dari rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santoso Purwokartiko. Di mana ia menyebut bahwa Mahasiswi yang berkerudung dan menutup kepala layaknya manusia gurun alias kadal gurun (kadrun).
“Maka itu menuduh orang pakai penutup kepala seperti jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, dan lain-lain sebagai manusia gurun adalah salah besar,” tegasnya.
Berjilbab atau tidak, bukan menjadi tolok ukur seorang muslimah berkualitas atau tidak. Bahkan kata Mahfud, banyak profesor di kampus-kampus besar pun mengenakan hijab.
“Sejak tahun 1990-an banyak sekali profesor-profesor di kampus besar seperti UI, ITB, UGM, IPB, dan lain-lain yang tadinya tidak berjilbab menjadi berjilbab,” terangnya.
Tidak hanya di lingkungan akademisi, bahkan beberapa pejabat pemerintahan dan lembaga yang ada di Indonesia pun banyak yang berjilbab.
“Ibu Dirut Pertamina dan Kepala Badan POM juga berjilbab,” imbuhnya.
Bagi Mahfud, mereka yang berjilbab tidak semuanya intoleran, bahkan banyak yang toleran dan mampu menjaga keislaman dan kebangsaannya.
“Mereka juga pandai-pandai tapi toleran, meramu keislaman dan keindonesiaan dalam nasionalisme yang ramah,” pungkasnya.
Sebelumnya, rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santoso Purwokartiko tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Pasalnya, Prof Budi Santoso menyebut bahwa ada 12 Mahasiswi yang ia uji untuk menerima beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) ke luar negeri tidak memakai penutup kepala layaknya manusia gurun.
“Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai tidak satupun yang menutup kepala ala manusia gurun,” tulis Budi Santoso di akun Facebook pribadinya.
Kata Budi Santoso, para mahasiswi yang akan belajar ke luar negeri tanpa penutup kepala manusia pemikirannya terbuka.
“Mereka mencari Tuhan di negara-negara maju seperti Korea Selatan, Eropa dan Amerika Serikat bukan ke negara orang-orang pandai bercerita tanpa karya teknologi,” ungkapnya.
Dan saat ini, Budi Santoso sudah menghapus tulisan kontroversi di Facebook-nya itu.