Jakarta – Pengamat Militer, Al Araf, menyoroti wacana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN). Menurutnya, pembentukan DKN akan menimbulkan tumpang tindih kerja dan fungsi dengan lembaga negara yang sudah ada.
“Saat ini sudah ada lembaga yang melakukan fungsi koordinasi di bidang keamanan yaitu Kemenko Polhukam. Sedangkan, dalam hal memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, telah ada lembaga yang menjalankan fungsi tersebut yakni Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Kantor Staf Presiden (KSP),” kata Al Araf dalam keterangannya, Minggu (28/8/2022).
Al Araf menegaskan bahwa pembentukan DKN ini merupakan agenda lama yang dimasukkan ke dalam RUU Keamanan Nasional (Kamnas). Tetapi muncul penolakan dari masyarakat sipil dan berujung gagalnya pengesahan RUU Kamnas.
“Beriringan dengan wacana pembentukan DKN ini, juga muncul usulan untuk melegalkan anggota TNI aktif agar dapat menduduki jabatan sipil melalui Revisi UU TNI,” sambung Al Araf.
Diketahui bahwa isu pembentukan DKN ini menguat setelah adanya surat yang dikirimkan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) kepada Presiden Jokowi Isi surat itu terkait perubahan Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas/ DKN).
Ketua Centra Initiative ini juga melihat langkah pemerintah saat ini yang akan membentuk DKN melalui Peraturan Presiden (Perpres). Baginya, langkah itu adalah bentuk fait accompli usai gagalnya Pembahasan RUU Kamnas dan dinilai berbahaya bagi demokrasi.
“Pembentukan DKN yang dilakukan secara terburu-buru dan terkesan tertutup, patut dicurigai bahwa pemerintah sedang membentuk wadah represi baru negara kepada masyarakat. Ini seperti halnya pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa Orde Baru,” pungkas Al Araf.